Ticker

6/recent/ticker-posts

[Review] French Pink

Judul: French Pink
Penulis: Prisca Primasari
Editor: Anin Patrajuangga
Desai sampul & ilustrator: Nina Nafisah dan Riva Marino
Penata isi: Yusuf Pramoo
Tebal: 80 halaman
Terbit: Oktober 2014
Penerbit: Grasindo
ISBN: 978-602-251-687-3
Keterangan: Fantasi, Warna


B L U R B

Di Distrik Jiyugaoka yang mungil, cantik, dan berwarna-warni, Hitomi tiba-tiba bertemu pria aneh yang mengungkit-ungkit tentang kematian.

Siapa sebenarnya pria itu? Dan... lho, lho, mengapa dia jadi menyuruh Hitomi mencarikan syal warna French Pink? Mana mungkin sih pria beraura gelap seperti itu menyukai warna pink? Dan untuk apa juga?

Ck. Sungguh. Pria itu benar-benar merepotkan Hitomi.


R E V I E W

Orang-orang di sekelilingnya pun tahu mengapa dia menangis, tapi mereka sudah berhenti menunjukkan rasa simpati. -- hlm 1
Hitomi adalah pemilik Sweet Ribbon--toko yang menjual pita. Sudah sangat lama wanita itu terus saja bersedih, hingga melupakan macam-macam warna yang dulunya sangat ia hapal.
"Hidupku... tidak lagi ada gunanya," ujarnya sambil menatap jalan. "Kalau saja aku punya keberanian untuk mati, akan kulakukan sekarang juga." -- hlm 5
Suatu sore ketika Hitomi akan pulang ke apartemennya, sehelai bulu jatuh di dekat kakinya. Bulu berwarna hitam pekat itu berukuran seperti bulu yang biasa digunakan untuk membuat pena bulu. Awalnya Hitomi mengambil bulu itu dan mengamatinya, namun seketika sadar ia hanya ingin pulang. Dilepasnya bulu itu hingga jatuh di aspal, tapi suara seorang pria muda membuatnya menoleh. Seorang pria muda yang aneh, dengan pakaian serba hitam dan udara dingin menguar dari tubuhnya. Seorang pria yang mungkin saja adalah Shinigami. Dewa Kematian.

*** 

Saya sudah membaca tiga novel yang ditulis Prisca Primasari. Kalau tidak salah, penulis pernah bilang French Pink dan Purple Eyes dibuat berdekatan. Menurut saya sendiri kedua cerita itu memang mirip secara garis besar, namun alurnya dibuat berbeda, yang meskipun begitu tetap masih dalam genre fantasi--tepatnya mengarah ke dewa kematian. Dan ketiga novel penulis yang saya baca itu semuanya menyangkut tentang orang yang hilang harapan.

French Pink secara garis besar memerlihatkan tentang orang yang terluka dan tidak tahu apa lagi yang harus dilakukannya, kecuali menangis. Kehidupan yang muram dan kosong mendatangi Hitomi ketika ia masih muda, sementara tidak ada satu pun orang-orang yang berhasil membujuk Hitomi untuk bangkit. Hitomi berkata ia ingin bunuh diri, dan ketika itulah pria yang Hitomi pikir Shinigami mendatanginya dengan sehelai bulu hitam pekat yang mengawali kedatangan pria itu.
"Apa pun yang Anda inginkan, kecuali ingin mati." Hane cemberut. "Orang yang ingin mati itu urusan saya. Jadi, sampai bertemu besok." -- hlm 11
Pria aneh itu bernama Hane. Penampilannya serba hitam dan setiap berada di dekatnya Hitomi merasakan angin yang dingin dan sekaligus tidak bisa menolak permintaan pria tersebut. Entah apa tujuan pria itu mendekati Hitomi. Terlebih aneh lagi, pria itu meminta Hitomi untuk mencari pita English Lavender, syal French Pink dan kertas kado berwarna hitam.
"Begini. Saya dengar Anda penjual pita yang cukup terkenal di distrik ini. Nah, saya sekarang benar-benar butuh pita berwarna English Lavender." -- hlm 15
Hane menaikkan kedua alis. "Sudah saya katakan kemarin. Indra penglihatan saya payah," ujarnya. "Saya buta warna. Saya hanya mampu melihat tingkatan warna hitam, putih, dan kelabu." -- hlm 15
Lalu sebenarnya apa kegunaan barang-barang itu? Dan kenapa pria itu mendatangi Hitomi? Benarkah pria itu adalah Shinigami yang sedang menyamar dan akan segera mencabut nyawa Hitomi?

"English Lavender itu campuran warna lavender, pink, dan kelabu." -- hlm 19
"Warna sakura, kata orang-orang, terlalu lembut. French Pink tidak demikian. French Pink ceria, tapi tidak berlebihan seperti Shocking Pink. Ceria, solid, lembut. Itulah French Pink. -- hlm 33
"Anda yakin warnanya hitam?" tanya Hane, membolak-balik gulungan kertas kado tersebut.
"Seratus persen. Dan hitamnya sangat pekat seperti warna batu bara, tidak pudar." -- hlm 51
Novel ini tipis sekali. Daripada menyebutnya novel sekali duduk, saya lebih suka menyebutnya novel kilat. Karena novel ini menyanyikan beberapa scene singkat dalam 7 bab. Di awal cerita kita mungkin setuju kalau Hane adalah dewa kematian, tapi dewa kematian yang satu ini lucu sekali. Masa kerjaannya nyari pita, syal dan kertas kado? Mau ada yang ulang tahun ya? Dan lagi, dewa kematian satu ini juga mengaku buta warna. Aneh.

Walaupun begitu, penulis tahu bagaimana caranya menyembunyikan clue utama, hingga saya harus menyusuri perjalanan kisah ini dan akhirnya tahu apa sebenarnya yang terjadi pada Hitomi. Walaupun tetap saja rasanya itu aneh. Ya menurut saya orang yang seperti Hitomi ini aneh.

Dan lagi, saya juga penasaran bagaimana cara Hane menyembunyikan jati dirinya di depan orang-orang. Baik penulis dan juga Hane tidak menjelaskan detailnya. Saya berharap penulis menuliskan itu di cerita lanjutan French Pink.  Katanya judulnya English Lavender. Apa itu berarti alurnya kebalikan dari alur French Pink? Saya jadi sangat penasaran. *tapi katanya masih lama*

Saya suka sekali bagaimana penulis mendeskripsikan warna-warna ini. Seperti menunjukkan emosi tertentu dalam diri manusia. Dan warna-warna di novel ini lebih bervariasi daripada novel-novel lain yang hanya mengambil warna umum saja.

Secara umum, ending novel ini menunjukkan sejauh apa kita ditinggalkan oleh orang yang disayangi, yang tersisa dari hidup kita di dunia sebenarnya adalah untuk terus bernapas, hidup dan lakukanlah apa pun yang ingin kaulakukan. Jangan terus meratapi apa pun yang telah hilang, karena mungkin saja ada hal yang berguna yang bisa kita lakukan, selain menunggu kematian.

Sampai saat itu tiba, dia akan terus hidup... dengan dikelilingi kenangan-kenangan, warna-warni, serta, tentu saja, untaian-untaian pita.

*review ini diikutkan dalam Tantangan Baca Buku Prisca

Posting Komentar

0 Komentar